.:. Majalah Tempo | 13/10/2014 .:.
Oleh: Reza Idria
AWAL Oktober lalu, menjelang hengkangnya sejumlah politikus dari parlemen Aceh periode 2009-2014, kita terperanjat membaca draf Qanun Jinayat kembali dilembarkan. Lima tahun sebelumnya, politikus parlemen Aceh (periode 2004-2009) berperangai sama: mereka meninggalkan draf Qanun Jinayat, suatu kode hukum lengkap dengan hukum potong tangan dan rajam. Aturan tersebut tak dapat diberlakukan karena Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh waktu itu, tak mau menandatanganinya.
Tak mudah bagi orang menalar sejak kapan dan kenapa Aceh kini senantiasa mengedepankan cita-cita kembali ke masa silam dan bagaimana kaitannya dengan tafsir identitas kembarnya dengan Islam. Masa depan Aceh seperti pusaran Mesianik yang tak lagi linear ke depan akibat rentang satu abad konflik periodik –perang kolonial, revolusi sosial, Darul Islam, hingga Gerakan Aceh Merdeka, yang menciptakan perang hingga ke dekade awal milenium ini– yang menyita segala hal, termasuk harta, nyawa, dan akal sehat.
Filed under: Sejarah | Leave a comment »